Kejadian yang dialami seorang teman, akhir-akhir ini membuat saya berpikir dan membenarkan perkataan bahwa, usia yang tua tidak menjamin dia dewasa.
Saya jadi menginterospeksi diri saya sendiri. Apakah selama ini saya sudah cukup dewasa? Atau umur saya saja yang bertambah tua? Terkadang, saya merasa bahwa adik saya jauh lebih dewasa daripada saya. Tapi, melihat teman saya yang bersikap tertentu (padahal kami terpaut dua tahun), saya merasa kalau saya jauh lebih dewasa daripada dia. Bukan hanya itu, bahkan teman-teman saya yang lain (usianya dua tahun di bawah saya), juga merasa bahwa mbak itu lebih childish dari mereka. Well, entah pemikiran mana yang benar.
Menjadi dewasa memang sebuah pilihan. Seorang teman pernah bilang, saat saya mendapatkan masalah, mungkin itulah saatnya kamu belajar dewasa. Bagaimana menyikapi keadaan yang tidak menyenangkan dengan bijaksana, dan tidak terlalu larut dalam situasi tersebut.
Menilai orang lain memang mudah. Seperti pepatah, "gajah di pelupuk mata tidak kelihatan, semut di seberang lautan kelihatan", manusia memang cenderung lebih cepat menilai sisi negatif orang lain daripada sisi positifnya. Sementara kesalahan atau sisi negatif dirinya sendiri tidak dia sadari.
Sepertinya saya belum dewasa jika terkait masalah perasaan. Belum bisa menentukan mana yang terbaik bagi saya, apa yang harus saya lakukan dengan keadaan yang membingungkan, di samping itu saya tidak mau ada lagi pihak-pihak yang kecewa dengan sikap saya.
Seperti juga keadaan yang dialami seorang teman, semoga bisa menjadi pembelajaran.
Dia jatuh cinta pada seseorang yang jauh di sana. Sebut saja temanku si A, dan cowok itu yang menurutku tidak berperasaan dengan sebutan si B. Mbak A kenal dengan B dari temannya. Mbak A diberi tahu alamat jejaring sosialnya, dan dimulailah kisah mereka. Dari cerita mbak A, dia sudah setahun mengharapkan si B. Dan dalam kurun waktu setahun itu, mereka belum pernah bertemu. Saya tidak bisa membayangkan, bagaimana bisa seseorang mencintai orang lain selama setahun bahkan sampai menggantungkan harapannya pada laki-laki yang sama sekali belum pernah ditemuinya.
Kami (aku dan teman-teman lainnya), sering menyarankan agar mbak A melupakan si B itu. Setiap kali cerita, kami dapat menangkap kalau si B tidak menaruh rasa lebih pada mbak A. Kami bahkan sudah membicarakan hal itu dengan mbak A. Entah mungkin dia terlalu cinta atau keras kepala, mbak A belum menyerah dengan B. Kami sampai bingung bagaimana caranya supaya mbak A mau membuka hati untuk lelaki lain yang mungkin jauh lebih baik, jauh lebih matang, jauh lebih bertanggung jawab pada dia. Well, itu semua kembali pada mbak A. Kalaupun tetap mau menunggu B mau bertemu dengannya, ya silahkan. Kami hanya mau yang terbaik untuk mbak A.
Sikap mbak A yang sepert itulah yang kami anggap belum dewasa.
Yeah~! Semoga ini bisa dijadikan pengalaman buatku ke depannya, agar tidak mau menggantungkan harapan pada orang yang tidak jelas maksudnya.
Saya jadi menginterospeksi diri saya sendiri. Apakah selama ini saya sudah cukup dewasa? Atau umur saya saja yang bertambah tua? Terkadang, saya merasa bahwa adik saya jauh lebih dewasa daripada saya. Tapi, melihat teman saya yang bersikap tertentu (padahal kami terpaut dua tahun), saya merasa kalau saya jauh lebih dewasa daripada dia. Bukan hanya itu, bahkan teman-teman saya yang lain (usianya dua tahun di bawah saya), juga merasa bahwa mbak itu lebih childish dari mereka. Well, entah pemikiran mana yang benar.
Menjadi dewasa memang sebuah pilihan. Seorang teman pernah bilang, saat saya mendapatkan masalah, mungkin itulah saatnya kamu belajar dewasa. Bagaimana menyikapi keadaan yang tidak menyenangkan dengan bijaksana, dan tidak terlalu larut dalam situasi tersebut.
Menilai orang lain memang mudah. Seperti pepatah, "gajah di pelupuk mata tidak kelihatan, semut di seberang lautan kelihatan", manusia memang cenderung lebih cepat menilai sisi negatif orang lain daripada sisi positifnya. Sementara kesalahan atau sisi negatif dirinya sendiri tidak dia sadari.
Sepertinya saya belum dewasa jika terkait masalah perasaan. Belum bisa menentukan mana yang terbaik bagi saya, apa yang harus saya lakukan dengan keadaan yang membingungkan, di samping itu saya tidak mau ada lagi pihak-pihak yang kecewa dengan sikap saya.
Seperti juga keadaan yang dialami seorang teman, semoga bisa menjadi pembelajaran.
Dia jatuh cinta pada seseorang yang jauh di sana. Sebut saja temanku si A, dan cowok itu yang menurutku tidak berperasaan dengan sebutan si B. Mbak A kenal dengan B dari temannya. Mbak A diberi tahu alamat jejaring sosialnya, dan dimulailah kisah mereka. Dari cerita mbak A, dia sudah setahun mengharapkan si B. Dan dalam kurun waktu setahun itu, mereka belum pernah bertemu. Saya tidak bisa membayangkan, bagaimana bisa seseorang mencintai orang lain selama setahun bahkan sampai menggantungkan harapannya pada laki-laki yang sama sekali belum pernah ditemuinya.
Kami (aku dan teman-teman lainnya), sering menyarankan agar mbak A melupakan si B itu. Setiap kali cerita, kami dapat menangkap kalau si B tidak menaruh rasa lebih pada mbak A. Kami bahkan sudah membicarakan hal itu dengan mbak A. Entah mungkin dia terlalu cinta atau keras kepala, mbak A belum menyerah dengan B. Kami sampai bingung bagaimana caranya supaya mbak A mau membuka hati untuk lelaki lain yang mungkin jauh lebih baik, jauh lebih matang, jauh lebih bertanggung jawab pada dia. Well, itu semua kembali pada mbak A. Kalaupun tetap mau menunggu B mau bertemu dengannya, ya silahkan. Kami hanya mau yang terbaik untuk mbak A.
Sikap mbak A yang sepert itulah yang kami anggap belum dewasa.
Yeah~! Semoga ini bisa dijadikan pengalaman buatku ke depannya, agar tidak mau menggantungkan harapan pada orang yang tidak jelas maksudnya.
0 komentar on "Kamu Makin Tua atau Makin Dewasa?"
Post a Comment